Museum La Pawawoi yang kita saksikan sekarang initelah melewati perjalanan panjang sebelum ditetapkan sebagai museum. Bangunan ini dibangun tahun 1908 dan pada awalnya difungsikan sebagai sekolah yang bernama Meer Uitgebreid Lager School (MULO) setingkat SMP saat ini. Meer Uitgebreid Lager School merupakan sekolah yang dibangun Belanda yang menggunakan sistem pendidikan Eropa dan pengantar Bahasa Belanda. Akibat pergolakan perpolitikan di Sulawesi Selatan, pemerintah Belanda berinisiatif untuk melakukan pelantikan Raja Bone, setelah kekuasaan diambil alih secara penuh sejak 1905 (Rumpa’na Bone). Dilantiklah La Mappanyukki sebagai Raja Bone ke-32 pada tahun 1931 dan bangunan Meer Uitgebreid Lager School dialih fungsikan sebagai Istananya. Lama berselang setelah kemerdekaan Indonesia, semua aset bangunan Belanda diambil alih oleh pemerintah.
Atas prakarsa Kepala Daerah Tingkat II Bone H. Suaib dan Kepala Kebudayaan Andi Muh. Ali Petta Nompo, maka pada tanggal 5 Januari 1971 dibentuklah Museum La Pawawoi berdasarkan keputusan Kepala Daerah Tingkat II Bone Nomor : 1/DN.K/KPTS/1/1971. Tak berselang lama, gedung Museum La Pawawoi dipugar pada proyek pemugaran dan pemeliharaan peninggalan sejarah dan purbakala Sulawesi Selatan. Proyek tersebut membutuhkan dua tahun anggaran untuk penyelesaian yaitu tahun 1979/1980 sampai dengan 1980/1981. Setelah pemugaran selesai, Museum La Pawawoi diresmikan kembali oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bapak Prof. Dr. Daud Yusuf pada tanggal 14 April 1982. Pengelolaan Museum La Pawawoi kemudian berpindah ke Dinas Kebudayaan Kabuapten Bone pada tahun 2019 dari pengelola sebelumnya Keluarga Andi Mappasissi.
Setelah dikelola Dinas Kebudayaan Kabupaten Bone, Museum La Pawawoi terus berbenah, sejak tahun 2019 Museum La Pawawoi gencar melaksanakan kegiatan bertemakan publikasi dan edukasi. Hingga pada tahun 2022 disusunlah alur cerita (storyline) yang menggambarkan perkembangan kebudayaan di Kabupaten Bone. Storyline yang baru diharapkan mampu membawa pengunjung menyusuri “lorong waktu” yang membagi sejarah budaya Kabupaten Bone dalam beberapa fase yaitu, “Masa Prasejarah”, “Masa Kerajaan Pra Islam”, “Masa Kerajaan Islam”, “Masa Kolonial”, dan “Masa Pasca Kemerdekaan”.
Penerapan teknologi digital juga digunakan untuk menggaet pengunjung muda dari kalangan usia remaja. Koleksi yang dianggap representatif kini memiliki QR Code yang dapat memberikan penjelasan mengenai deskripsi dan sejarah dari koleksi yang ditampilkan. Pun sama halnya dengan vitrin (lemari), juga dapat dipindai QR Codenya dan tampillah penjelasan umum dari vitrin yang dipindai.
Cerita panjang perjalanan Museum La Pawawoi sejak 1908 dan perkembangan kebudayaan di Kabupaten Bone sejak 7.500 tahun yang lalu dapat kita telisik lebih dalam ketika berkunjung ke Museum La Pawawoi. Informasi itu tentunya coba dikemas dengan menarik menggunakan pendekatan “kekinian”. Akhir kata, kami segenap pengelola Museum La Pawawoi mencoba menyampaikan penggalan fakta sejarah yang mungkin dapat mengejutkan Anda.
Salam, kami tunggu ya…